Kamis, 29 April 2010

House of Sampoerna



Merupakan bangunan yang menjadi saksi pendirian sebuah pabrik rokok terbesar di Surabaya. Bangunan ini terletak di Surabaya sebelah utara dan memiliki arsitektur kuno. Sebenarnya bangunan yang megah ini dulunya adalah gedung pertunjukan, yang kemudian digunakan sebagai pabrik.

Di dalam bangunan yang kini telah diubah fungsi menjadi museum ini, kita bisa menyaksikan kisah dan kesusksesan Sampoerna. Di samping iru, kita juga bisa menyaksikan kota Surabaya tempo dulu melalui beberapa ilustrasi yang digunakan.

Monumen Jalesveva Jayamahe



Pendirian monumen ini digagas oleh Laksamana TNI Muhammad Arifin, seorang Kepala Staf TNI Angkatan Laut, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 5 Desember 1996, bertepatan dengan Hari Armada RI

Monumen yang menampilkan sosok perwira menengah TNI Angkatan Laut berpakain lengkap, membawa sebilah pedang, serta pandangan mengarah ke garis horisontal sambil berkacak pinggang ini memiliki ketinggian 31 meter di atas bangunan setinggi 29 meter.

Monumen yang didesain oleh pematung Nyoman Nuarta ini diharapkan dapat menambah semaraknya Ujung Surabaya. Karenanya, selain sebagai tetenger TNI AL, monumen yang bisa dilihat jelas dari Selat madura ini juga berfungsi sebagai mercusuar bagi kapal-kapal yang melintas di sekitarnya.

Museum 10 November



Terdiri atas 2 lantai, di lantai 1 terdapat 10 gugus patung yang melambangkan semangat juang Arek-Arek Suroboyo. Selain itu, di lantai ini juga terdapat sosio drama pidato Bung Tomo serta ruang pemutaran film pertempuran 10 November 1945 (diorama elektronik) dan ruang auditorium.

Sementara, di lantai 2 digunakan sebagai ruang pamer senjata, reproduksi foto-foto dokumenter, dan koleksi peninggalan Bung Tomo. Terdapat pula ruang diorama statis yang menyajikan delapan peristiwa seputar pertempuran Sepuluh November 1945, lengkap dengan narasinya.

Monumen Tugu Pahlawan




Monumen yang merupakan simbol perjuangan Arek-Arek Suroboyo ini sengaja dibangun untuk mengenang semangat perjuangan Arek-Arek Suroboyo dalam mengusir penjajah. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Ir. Soekarno pada 10 November 1951, dan diresmikan pada 10 November 1952.

Dibangun dalam bentuk paku terbalik gedung yang terletak diantara JalanBubutan-Jalan Tembaan-Jalan Pahlawan-Jalan Kebon Rojo, dulunya lokasi ini merupakan bekas gedung Raad Van Justitie.

Memiliki ketinggian 40,45 meter , dengan diameter bawah 3,10 dan diameter atas 1,30 meter, bagian bawah monumen ini dihiasi ukiran bergambar trisula, cakra, stamba, dan padma sebagai simbol perjuangan.

CAGAR BUDAYA DI SURABAYA

Kota Surabaya yang dijuluki Kota Pahlawan, memiliki 169 bangunan cagar budaya yang memiliki sejarah tersendiri. Bagunan cagar budaya merupakan warisan yang harus dilindungi. Bangunan bersejarah di Surabaya juga merupakan bukti bahwa kota ini layak menyandang sebagai kota pahlawan.

Sebelumnya telah ada 167 bangunan yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Sebanyak 61 bangunan ditetapkan pada tahun 1996 dan 102 bangunan ditetapkan pada tahun 1998. Adapun empat lainnya, ditetapkan pada tahun 2009, yakni Lapangan Golf Ahmad Yani, Gedung Gelora Pantjasila, Kolam Renang Brantas, dan gedung Perkumpulan Olah Raga Embong Sawo.

Untuk melesarikan warisan budaya tersebut, dinas Pariwisata kota surabaya untuk kedepanya akan merintis kerjasama dengan pabrik cat melalui Ikatan Arsitek cabang surabaya. itu dilakukan untuk perawatan terhadap 169 bangunan cagar budaya tersebut. Saat ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surabaya selalu melakukan pantauan terhadap banguna bersejarah di kota Surabaya. dinas pariwisata dibantu oleh Tim Cagar Budaya yang dbentuk oleh walikota. Tim tersebut memiliki tugas memberikan masukan atau sebagai tim ahli untuk menentukan kelayakan sebuah bangunan untuk dijadikan bangunan cagar budaya.

sumber : www.surabaya.go.id

SEJARAH KOTA SURABAYA


Nama Surabaya muncul semasa awal pertumbuhan kerajaan Majapahit. Nama Surabaya diambil dari simbol ikan Sura dan Buaya. Simbol itu sesungguhnya untuk menggambarkan peristiwa heroik yang terjadi di kawasan Ujung Galuh (nama daerah Surabaya di masa silam), yakni pertempuran antara tentara yang dipimpin Raden Widjaja dengan pasukan tentara Tar Tar pada tanggal 31 Mei 1293. Tanggal itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Surabaya.

Awalnya Surabaya adalah kawasan perkampungan atau pedesaan di pinggiran sungai. Nama-nama kampung yang kini masih ada seperti Kaliasin, Kaliwaron, Kalidami, Ketabangkali, Kalikepiting, Darmokali, dan sebagainya adalah bukti yang menjelaskan bahwa kawasan Surabaya adalah kawasan yang memiliki banyak aliran air / sungai. Secara geografis ini sangat masuk akal, karena memang kawasan Surabaya merupakan kawasan yang berada di dekat laut dan aliran sungai besar (Brantas, dengan anak kalinya).

Lokasi Surabaya yang berada di pinggir pantai, merupakan wilayah yang menjadi lintasan hilir mudik manusia dari berbagai wilayah. Surabaya, menjadi pertemuan antara orang pedalaman pulau Jawa dengan orang dari luar. Pada tahun 1612 Surabaya sudah merupakan bandar perdagangan yang ramai. Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak lama. Saat itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya.

Banyak pedagang Portugis membeli rempah-rempah dari pedagang pribumi. Di bawah kekuasaan Trunojoyo, Surabaya menjadi pelabuhan transit dan tempat penimbunan barang-barang dari daerah subur, yaitu delta Brantas. Sementara, Kalimas menjadi “sungai emas” yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman.
Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kemerdekaan. Puncaknya pada tanggal 10 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang saat itu menjadi simbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap Tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan. Hingga saat ini bekas-bekas masa penjajahan terlihat dengan masih cukup banyaknya bangunan kuno bersejarah di sini.

sumber www.surabaya.go.id

SEJARAH KOTA SURABAYA : Periode Perang Kemerdekaan


Periode Perang Kemerdekaan

Proklamasi 17 Agustus 1945 membakar semangat arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah, hingga terjadilah Surabaya Inferno yang mengguggah bangsa tertindas bangkit melawan penjajah.

Pada hari Senin, 3 September 1945 Residen Soedirman memproklamasikan Pemerintahan RI di Jawa Timur dan di sambut aksi pengibaran bendera di seluruh pelosok Surabaya. Pesawat terbang Belanda menyebarkan pamflet pengumuman bahwa Sekutu/Belanda akan mendarat di Surabaya yang menyebabkan orang Belanda dengan sombong mengirbakan bendera Belanda di Orange Hotel pada tanggal 19 September 1945, hal ini menimbulkan kemarahan arek-arek Suroboyo sehingga terjadilah insiden berdarah dengan terbuhuhnya Mr. Ploegman. Merah putih biru dirobek birunya dan berkibarlah Sang Merah Putih dengan megahnya di angkasa.

Tanggal 25 Oktober 1945 tentara Inggris mendarat di Surabaya, brigade ke-49 dengan kekuatan 6.000 serdadu dipimpin Brig. Jend. A.W.S. Mallaby, pasukan berpengalaman dari kancah perang dunia yang terdiri dari pasukan Gurkha dan Nepal dari India Utara. Esok harinya tanggal 26-27 Oktober 1945 beberapa pesawat Inggris menjatuhkan selebaran yang memerintahkan agar penduduk Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata. Tanggal 28 Oktober 1945 terjadilah insiden di seluruh pelosok kota.

Puncaknya tanggal 30-31 Oktober 1945 tentara Inggris meninggalkan Gedung Internatio Brig. Mallaby meninggal, mobilnya meledak terbakar. Tanggal 9 Nopember 1945 ultimatum yang ditandatangani oleh May. Jend. E.S. Masergh Panglima Divisi Tentara Sekutu di Jawa Timur, minta rakyat menyerahkan senjata tanpa syarat sebelum jam 18.00 dan apabila tidak melaksanakan sampai jam 06.00 tanggal 10 Nopember 1945 pagi akan ditindak dengan kekuatan militer Angkatan darat, Laut dan Udara.

Berturut-turut pada jam 21.00 & 23.00 setelah lewat Pemerintah Pusat di Jakarta tidak berhasil merubah pendirian Pimpinan Tentara Inggris untuk mencabut ultimatumnya. Gubernur Soerjo berpidato yang merupakan penegasan, "Lebih baik hancur daripada dijajah kembali" . Tanggal 10 Nopember 1945, terjadi pertempuran dahsyat di pelosok kota, perlawanan massal rakyat Surabaya melawan tentara Sekutu, sehingga korban berjatuhan di mana-mana, selama 18 hari Surabaya bagaikan neraka. Dengan hancurnya kubu laskar rakyat di Gunungsari pada tanggal 28 Nopember 1945 menyebabkan sementara seluruh Kota Surabaya jatuh ke tangan Sekutu.

Mengenang kepahlawanan arek-arek Surabaya yang berjuang dengan gagah berani sampai titik darah penghabisan, demi kedaulatan dan tegaknya cita-cita bangsa Indonesia maka dibangun Monumen Tugu Pahlawan yang diresmikan tanggal 10 Nopember 1962 oleh Presiden RI.

Selain itu juga dibangun Monumen Bambu Runcing untuk mengenang semangat arek-arek Suroboyo yang dengan gagah berani melawan penjajah dengan senjata seadanya walaupun hanya dengan sebilah bambu yang ujungnya diruncingkan

Sumber :

* Surabaya Now And Future, 2003

SEJARAH KOTA SURABAYA : Periode Penjajahan Jepang

Periode Penjajahan Jepang

Pada tahun 1942 sampai tahun 1945, kota Surabaya ada dibawah penguasaan Jepang. Pada masa penjajahan Jepang selama 3 tahun tersebut, keadaan kota boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan sama sekali.

Sumber :

* Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996

SEJARAH KOTA SURABAYA : Periode 1900

Periode 1900

Tanggal 1 April 1906 Surabaya ditetapkan sebagai kotamadya (gemeente) berdasarkan peraturan 1 Maret 1906. Sejak saat itu semua pemerintahan dijalankan oleh Dewan Kota (Gemeente Raad), dibawah pimpinan Asisten Residen AR. Lutter yang merangkap sebagai walikota sementara.

Sumber :

* Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996

SEJARAH KOTA SURABAYA : Periode 1600 (Periode Islam)

Periode 1600 (Periode Islam)

Pada tahun 1612 Surabaya sudah merupakan bandar perdagangan yang ramai. Banyak pedagang Portugis membeli rempah-rempah dari pedagang pribumi. Pedagang pribumi membeli rempah-rempah secara sembunyi-sembunyi dari Banda, meskipun telah ada persetujuan dengan VOC yang melarang orang-orang Banda berdagang untuk kepentingannya sendiri.

Setelah tahun 1625 Surabaya jatuh ke tangan kerajaan Mataram. Setelah takluk dari kerajaan Mataram, tahun 1967 Surabaya mengalami kekacauan akibat serangan para bajak laut yang berasal dari Makasar. Pada saat keadaan tidak menentu inilah muncul nama Trunojoyo, seorang pangeran dari Mataram dari suku Madura, yang memberontak terhadap Raja Mataram. Dengan pertolongan orang-orang Makasar Trunojoyo berhasil menguasai Madura dan Surabaya. Di bawah kekuasaan Trunojoyo, Surabaya menjadi pelabuhan transit dan tempat penimbunan barang-barang dari daerah subur, yaitu delta Brantas. Kalimas menjadi "sungai emas" yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman. Dengan alasan ingin membantu Mataram, pada tahun 1677 Kompeni mengirim Cornelis Speelman yang dilengkapi dengan angkatan perang yang besar ke Surabaya. Benteng Trunojoyo akhirnya dapat dikuasai Speelman. Kemudian Gubernur Jenderal Couper mengembalikan Surabaya kepada Mataram.

Pada abad 18, tahun 1706, Surabaya menjadi ajang pertempuran antara Kompeni dibawah pimpinan Govert Knol dan Untung Surapati. Setelah peperangan terus menerus, tanggal 11 Nopember 1743 Paku Buwono II dari kerajaan Mataram dan Gubernur Jenderal Van Imhoff di Surakarta menandatangani sebuah persetujuan yang menyatakan bahwa ia menyerahkan haknya atas pantai utara Pulau Jawa dan Madura(termasuk diantaranya diSurabaya) kepada pihak VOC yang telah memberikan bantuan hingga ia berhasil naik tahta di kerajaan Mataram.Tetapi pasukan Hindia Belanda baru mengunjungi Surabaya pada tanggal 11 April 1746. VOC mendirikan struktur pemerintahan baru di daerah pantai utara Pulau Jawa dan Madura dengan kedudukan gubernur di Semarang. Di Surabaya diangkat seorang Gezaghebber in den Oostthoek (Penguasa Bagian Timur Pulau Jawa).

Antara Tahun 1794-1798 Penguasa Bagian Timur Pulau Jawa adalah Dirk van Hogendorp. Pada tanggal 6 September 1799, Fredrick Jacob Rothenbuhler menggantikan Van Hogendorp berkuasa sampai tahun 1809. Pada tahun 1807 Surabaya mendapat Serangan dari angkatan laut Inggris di bawah pimpinan Admiral Pillow yang akhirnya meninggalkan Surabaya.

Setelah kebangkrutan VOC, Hindia Belanda diserahkan kepada pemerintah Belanda. Tahun 1808-1811 Surabaya di bawah pemerintahan langsung Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang menjadikan Surabaya sebagai kota Eropa kecil. Surabaya dibangun menjadi kota dagang sekaligus kota benteng. Tahun 1811-1816 Surabaya berada dibawah kekuasaan Inggris yang dijabat oleh Raffles. Tahun 1813 Surabaya menjadi sebuah kota yang dapat dibanggakan, sampai-sampai William Thorn dalam buku Memoir of Conguest of Java berpendapat bahwa Kota Gresik (pada masa sebelumnya menjadi kota pelabuhan yang ramai) sudah menjadi kuno bila dibandingkan dengan Surabaya.

Setelah itu Surabaya kembali dikuasai Belanda. Tahun 1830-1850, Surabaya betul-betul berbentuk sebagai kota benteng dengan benteng Prins Hendrik ada di muara Kalimas. Pada tahun 1870, Surabaya terus berkembang ke selatan menjadi kota modern.



Sumber :

* Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996

SEJARAH KOTA SURABAYA : Periode 1300 (Periode Majapahit / Hindu)

Periode 1300 (Periode Majapahit / Hindu)

Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh.

Pada tanggal 31 Mei 1293 Raden Wijaya (Pendiri Kerajaan Majapahit) dengan keberanian dan semangat dan jiwa kepahlawanan berhasil menghancurkan dan mengusir tentara Tar-Tar, pasukan kaisar Mongolia dari bumi Majapahit. Tentara Tar-Tar meninggalkan Majapahit melalui Ujung galuh, sebuah desa yang terletak di ujung utara Utara Surabaya, di muara Kali Mas.

Dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M terungkap bahwa Surabaya (churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Brantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai Brantas.

Dari tahun 1483-1542 Surabaya merupakan bagian dari wilayah kerajaan Demak. Sesudah itu kurang lebih 30 tahun Surabaya ada di bawah kekuasaan supremasi Madura. dan antara 1570 sampai 1587 Surabaya ada di bawah dinasti Pajang.

Pada tahun 1596, orang Belanda pertama kali datang ke Jawa Timur di bawah pimpinan Cornelis Houtman.


Sumber :

* Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996
* Surabaya Now And Future, 2003